Kamis, 16 November, pagi tadi, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, atau yang akrab disapa Eddy Hiariej, memunculkan kontroversi dengan kehadirannya dalam acara pengukuhan guru besar di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, DIY.
Eddy Hiariej terlihat duduk di barisan depan dengan seragam toga, menghadiri pengukuhan mantan Wakil Rektor UGM, Paripurna Sugarda, sebagai guru besar. Acara ini juga dihadiri oleh sejumlah guru besar lain, termasuk calon presiden (capres) Ganjar Pranowo, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama).
Sekretaris UGM, Andi Sandi, memberikan penjelasan terkait kehadiran Eddy Hiariej dalam acara tersebut. Menurut Andi, Eddy hadir karena masih memegang status sebagai guru besar di UGM. “Pak Eddy hadir, dia duduk di depan. Karena dia statusnya masih guru besar di UGM, ya pakai toga,” ujar Andi.
Namun, kehadiran Eddy Hiariej dalam acara tersebut menjadi sorotan karena statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kasus ini, total empat tersangka terlibat, tiga sebagai penerima dan satu sebagai pemberi.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mulai mengumpulkan bukti untuk mengusut kasus tersebut. Para saksi akan segera diperiksa untuk mengungkap kebenaran di balik tuduhan ini.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, keberadaan Eddy Hiariej menjadi perbincangan. Meskipun sempat disebut berada di luar kota, namun kabarnya ia telah kembali ke Jakarta. Koordinator Humas Setjen Kementerian Hukum dan HAM, Tubagus Erif Faturahman, sebelumnya menyatakan bahwa Eddy belum menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari KPK.
Kehadiran Eddy Hiariej dalam acara pengukuhan guru besar di UGM mengundang pertanyaan terkait etika dan tanggung jawab moral dalam konteks hukum dan tata kelola perguruan tinggi. Seiring berlanjutnya proses hukum, publik akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan melihat bagaimana institusi seperti UGM menanggapi keterlibatan seorang guru besar dalam kasus hukum yang serius. (*/)
(RRY)